Selamat Datang di Blog Aphied Mr'Zero Semoga Bermanfaat :) Aphied Mr'Zero: HUKUM KELUARGA ISLAM DAN HAK ANAK ANGKAT

Selasa, 16 Agustus 2011

HUKUM KELUARGA ISLAM DAN HAK ANAK ANGKAT

A.     KESIMPULAN BESAR YANG INGIN DITAWARKAN
Pada dasarnya, konsep pengangkatan anak atau yang lazim juga disebut dengan istilah adopsi sebagaimana yang berlaku di masyarakat pada umumnya, sudah berlangsung sejak lama sesuai dengan nilai-nilai adat istiadat serta kultur sosiologis yang berlaku di daerah tersebut. Keberadaan adopsi dalam syari’at Islam tidak dijelaskan secara terperinci seperti halnya persoalan perdata keluarga lainnya.
Idealnya, pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kemashlahatan anak yang bersangkutan. Seorang anak angkat berhak menerima perlakuan yang sama dengan anak kandung dari orang tua angkatnya. Namun bukan berarti anak tersebut terlepas dari hubungan nasabnya dengan orang tua kandungnya. Hal ini mempunyai 2 konsekuensi logis. Pertama, orang tua angkat tidak berhak mengganti nasab anak angkat tersebut sehingga bagi anak tersebut tetap berlaku larangan kawin dengan mahramnya. Hal ini juga berimbas kepada hilangnya hak anak tersebut untuk menjadi ahli waris pengganti (plaatsvervulling). Kedua, di antara keduanya tertutup kemungkinan akan saling mewarisi. Namun di antara keduanya ada kemungkinan adanya perpindahan harta melalui institusi “wasiat wajibah” dengan beberapa syarat tertentu.


B.      PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DENGAN KOMUNITAS AKADEMIK
  1. Muhammad Syaltut dalam al-Fatawi (tk: Dar al-Qalam, tt), 321-326 mengemukakan bahwa untuk mengetahui hukum syari’at tentang pengangkatan anak (al-tabanni) mesti dipahami defenisinya dalam dua bentuk. Pertama, penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri. Adapun (pengertian pengangkatan anak) bentuk kedua adalah pemahaman dari kata “al-tabanni” secara mutlak, menurut kebiasaan agama dan kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yakni seseorang yang menasabkan seseorang anak kepada dirinya yang diketahuinya sebagai anak orang lain sedang dia sendiri tidak memiliki anak, penasaban tersebut sebagaimana penasaban anak kandung, maka dia memiliki hubungan hukum sebagai anak kandung.
  2. ‘Abdur Rahman I. Doi dalam Shari’ah: The Islamic Law (Malaysia: A.S. Noordeen, 2002), 463 berpendapat bahwa pada dasarnya di dalam hukum islam tidak dikenal adanya adopsi. Jika seseorang mengangkat seorang anak –baik laki-laki atau pun perempuan--, syari’ah tidak akan menyamakan status dan hak anak angkat tersebut dengan anak kandung.
  3. Muderis Zaini dalam Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)52-55 menyatakan bahwa berdasarkan penafsiran al-Qur’an surat al-Ahzab [33] ayat 4-5, Islam melarang pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala hal, atau adopsi dengan memberikan status yang sama dengan anak kandung. Prinsip pengangkatan anak dalam hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
  4. Ratno Lukito dalam Hukum Sakral dan Hukum Sekuler (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008) 398-401 menyimpulkan bahwa berdasarkan fakta empirik yang terjadi di lapangan, dapat diandaikan bahwa dari sudut hak hukum anak angkat, kepentingan orang tua angkat akan di hormati, terlepas dari model apapun yang diikuti.
  5. Peraturan perundang-undangan di berbagai Negara Muslim :
    • Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 : Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya (pasal 39 ayat [1] dan [2]).
    • Undang-undang Keluarga Republik Somalia  Tahun 1975 : Pengangkatan anak atau adopsi berakibat terjadinya hubungan kekeluargaan (filiation) antara pihak yang diadopsi dengan orang tua adopsi. Untuk anak yang diketahui asal usul orang tuanya, adopsi diperbolehkan dengan syarat tetap mempertahankan nama ayah kandungnya (pasal 114).
    • Undang-undang Perwalian dan Adopsi Republik Tunisia Tahun 1958 : Proses adopsi berakibat pada diperolehnya nama baru (nasab) bagi anak dari orang tua angkatnya. Nama aslinya dirubah dan dicatatkan dalam surat adopsi (pasal 14). Bagi anak angkat masih berlaku larangan-larangan kawin dengan saudara kandungnya (pasal 15 UU Status Personal Tunisia 1956)
    • Undang-undang Perdata Turki Tahun 1926 : Adopsi diakui dan dianggap sebagai salah satu penghalang dalam perkawinan, meskipun hukum Islam tidak memberikan larangan seperti itu (pasal 92 ayat [3])
C.    SUMBER DAN CARA MEMBACA
Sumber utama dalam tesis ini adalah sumber yang bersifat autoritatif atau dengan kata lain mempunyai otoritas hukum. Sumber utama atau lebih tepat diistilahkan dengan bahan hukum primer dalam penelitian ini berupa kitab fiqih, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan adopsi atau pengangkatan anak, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang Negara Muslim. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum yang dimaksud adalah buku-buku teks dan literatur-literatur lainnya yang membahas tentang persoalan adopsi dan pengangkatan anak. Literatur yang dimaksud tidak hanya terbatas pada buku-buku namun juga berasal dari internet serta statement dan pendapat dari para pakar yang berkompeten di bidangnya.
Semua bahan bahan hukum yang telah diperoleh, akan dianalisis dengan menggunakan metode content analysis atau analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi dengan menampilkan tiga syarat, yaitu; objektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi. Analisis harus berlandaskan aturan yang dirumuskan secara eksplisit. Untuk memenuhi syarat sistematis, untuk kategori isi harus menggunakan kriteria tertentu. Hasil analisis ini akan menyajikan sebuah generalisasi yang mempunyai sumbangan teoritik.

1 komentar: