A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan harta bersama dalam perkawinan di Indonesia pada dasarnya diawali dengan adanya adat kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat yang mengenal tidak adanya pembatasan atas harta antara suami istri. Dalam kondisi ini, hak dan kewajiban rumah tangga terutama yang berkaitan dengan masalah pembelanjaan harta diatur secara ketat. Ketentuan hukum Islam pada dasarnya tidak pernah membahas masalah harta bersama dalam perkawinan. Tidak ada seorang ulama dari mazhab yang masyhur berbicara perihal harta bersama dalam kitab-kitabnya sebagaimana yang dijelaskan dalam adat istiadat.
Ismuha berpendapat bahwa pada dasarnya pelembagaan harta bersama setidaknya dapat dikategorikan ke dalam bahasan mu’amalah. Ketiadaan pembahasan masalah harta bersama dalam kitab fiqih klasik dapat diterima karena melihat kepada latar belakang perkembangan mazhab tersebut yang berada di daerah Arab. Sementara dalam adat daerah Arab, tidak pernah dikenal adanya harta bersama dalam perkawinan. Ismuha dan Sayuti Thalib sama-sama berpendapat bahwa pelembagaan harta bersama bisa digolongkan shirkah.
Praktek harta bersama di Indonesia berbeda-beda sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku di daerah masing-masing. Hazairin berpendapat bahwa tidak ditemukan dalam kitab suci agama mana pun perihal harta bersama. Dalam Islam, meskipun pembahasan mengenai harta bersama tidak pernah dijelaskan dalam al-Qur’an, hal itu bukan berarti praktek harta bersama dilarang. Praktek harta bersama boleh dilaksanakan dan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pembahasan harta bersama di Indonesia dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan harta bersama dalam tesis ini dibatasi pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimanakah pemikiran harta bersama di Indonesia dalam perpsepktif hukum Islam? Pertanyaan ini kemudian dikembangkan dalam 3 minor research question, yaitu; apakah pemikiran harta bersama di Indonesia telah sesuai dengan shar’iyyah Islamiyyah ? ; bagaimana kedudukan shirkah harta bersama suami istri dengan shirkah dalam perdagangan ? ; dan bagaimanakah hukum Islam merespon pemikiran harta bersama di Indonesia ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui kesesuaian pemikiran harta bersama di Indonesia dengan shar’iyyah Islamiyyah ;
- Untuk mengetahui hubungan shirkah harta bersama suami istri dengan shirkah dalam perdagangan ;
- Untuk mengetahui respon hukum Islam terhadap pemikiran harta bersama di Indonesia.
- Sebagai tambahan informasi bagi pemerhati hukum Islam khususnya yang berkaitan dengan harta bersama dalam perkawinan ;
- Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
Penelitian dalam tesis ini adalah library research (kajian kepustakaan) dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Metode pendekatan yang dipergunakan adalah sosio-historis dan yuridis normatif. Pendekatan sosio-historis dipergunakan untuk menguraikan konstruksi hukum. Sedangkan pendekatan yuridis normatif dipergunakan untuk melihat dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sumber primer dalam pembahasan tesis ini adalah Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan harta bersama.
E. Studi Kepustakaan
- Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Istri Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam (Tesis Doktor yang dibukukan);
- J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan (1991);
- Lukman Chatib, Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama dalam Perkawinan di Kalangan Masyarakat Minangkabau Sumatera Barat (1981);
- Tim Peneliti Fakultas Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pelaksanaan Pembagian Harta Kekayaan Suami Istri Akibat Putusnya Perkawinan (1994).
Pemikiran berarti cara atau hasil dari berpikir secara dalam; pendapat yang telah dipikirkan terlebih dahulu sehingga dapat diterima dan dijadikan bahan ilmiah. Harta bersama adalah harta kekayaan yang didapatkan oleh pasangan suami istri selama perkawinan berlangsung di luar hadiah atau hibah, kedua belah pihak yang bekerja tidak mempersoalkan atas nama siapa harta yang didapatkan.
Peningkatan hukum Islam menjadi hukum positif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai bidang hukum. Perkembangan masyarakat Islam di Indonesia pada abad sekarang telah merubah paradigma berpikir. Pemikiran-pemikiran mengenai harta bersama di Indonesia telah dibahas secara sistematis dan dikategorikan dalam bahasan hukum kekeluargaan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini dibagi dalam lima bab dengan pembahasan yang berbeda. Pada bab satu merupakan pendahuluan. Bab dua memaparkan landasan teori mengenai gambaran umum tentang ketentuan perkawinan di Indonesia. Bab tiga mendeskripsikam dan memposisikan harta bersama dalam perkawinan. Bab empat merupakan analisis terkait pelembagaan harta bersama di Indonesia. Bab lima merupakan kesimpulan dan saran.
BAB II : KETENTUAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Perkawinan Dalam Perspektif Hukum Islam
Pengertian Perkawinan
- Pengertian Nikah Secara Bahasa
- Pengertian Nikah Menurut Ulama Ushul
- Pengertian Nikah Menurut Ulama Fiqih
- Hukum Asal Perkawinan
Hukum Perkawinan Dilihat dari Kondisi Seseorang
- Wajib, apabila ia telah mampu untuk membiayai kehidupan rumah tangga dan ia tidak bisa lagi menahan gejolak nafsunya untuk melakukan hubungan badan, sementara ia takut berbuat dosa.
- Sunat, apabila seseorang dihukum sunat untuk menikah apabila ia telah mampu untuk berumah tangga dan memikul beban dalam perkawinan, namun ia mampu menahan nafsunya. Namun ia lebih diutamakan untuk nikah.
- Haram, apabila seseorang yang tidak mempunyai kemampuan untuk membiayai kehidupan rumah tangga namun ia sangat ingin menikah. Ia yakin jika seandainya ia menikah, ia akan aniaya.
- Makruh, apabila seseorang yang sudah mampu untuk menikah dan tidak takut akan godaan berzina, namun ia khawatir tidak akan mampu memenuhi kewajibannya kepada istrinya.
- Mubah, apabila seseorang yang mempunyai kemampuan untuk. Namun ia manikah dengan tujuan pemenuhan syahwat saja, bukan untuk membina keluarga dan keselamatan kehidupan agama.
- Sahnya Perkawinan
1) Akad nikah, adanya ijab dan qabul;
2) Adanya pasangan calon mempelai laki-laki dan perempuan;
3) Adanya wali dari calon mempelai perempuan;
4) Adanya dua orang saksi
Syarat Perkawinan
1) Syarat yang berhubungan dengan akad, seperti kronologis akad, materi akad, tidak muhrim;
2) Syarat yang harus disempurnakan sebagai suatu susunan, seperti tanpa batasan waktu, kerelaan di antara keduanya, adanya mahar;
3) Syarat yang berkaitan dengan keabsahan akad, seperti; kemerdekaan suami dan adanya izin dari wali perempuan;
4) Syarat yang berkaitan dengan kelestarian akad (menurut ulama kelompok Hanafi saja), seperti; hierarki perwalian dan kafaah.
- Hak dan Kewajiban Suami Istri
- Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri
2) Kewajiban bersama suami istri adalah membina hubugan rumah tangga yang harmonis yang didasari kepada rasa kasih sayang.
- Hak istri dalam rumah tangga merupakan kewajiban suami, meliputi hak materil seperti kebutuhan rumah tangga (pangan, sandang, papan) dan non materil seperti bergaul dan menghormati istrinya.
- Hak suami dalam rumah tangga merupakan kewajiban istri, meliputi kepatuhan istri terhadap suami dengan penuh keikhlasan, dan kesabaran.
- Nafkah Rumah Tangga
- Tujuan dan Hikmah Perkawinan
- Ditinjau dari aspek agama, perkawinan merupakan ikatan yang teguh bukan saja antara dua orang saja, ia merupakan penyatuan dua keluarga.
- Ditinjau dari segi hukum, perkawinan merupakan ikatan kontrak dalam konteks hubungan perdata yang menimbulkan hak dan kewajiban.
- Dalam konteks sosial, perkawinan merupakan ikatan persaudaraan dan rasa kasih sayang sehingga akan menguatkan hubungan masyarakat.
- Pengertian Perkawinan
Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin, dan bukan dengan orientasi pemenuhan kebutuhan seksual semata, namun lebih ke arah hubungan jangka panjang yang bahagia dan kekal sejahtera dengan didasarkan kepada prinsip Ketuhanan.
- Tujuan Perkawinan
- Sahnya Perkawinan
- Syarat Sah Perkawinan
- Syarat Materil yang Berlaku Umum
2) Usia minimal pria 19 tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat [1])
3) Tidak berada dalam ikatan perkawinan (pasal 9), poligami lain hal.
4) Tidak sedang ber-iddah (pasal pasal 11)
- Syarat Materil yang Berlaku Khusus
2) Izin dari orang tua bagi yang di bawah usia minimal (pasal 6 ayat [2])
- Syarat Formil
2) Mengadakan pemberitahuan kehendak perkawinan (pasal 3 ayat [1])
3) Pelaksanaan pengumuman oleh pengawai pencatat perkawinan
4) Penandatanganan akta perkawinan (pasal 11 ayat [1])
- Hak dan Kewajiban Suami Istri
- Perjanjian Perkawinan
C. Perkawinan Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam
- Dasar-dasar Perkawinan
- Rukun dan Syarat Perkawinan
- Perjanjian Perkawinan
BAB III : SUMBER DAN KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DI INDONESIA
A. Ruang Lingkup Harta Kekayaan Bersama
- Penghasilan Suami Istri
- Harta Benda yang Dibeli Selama Perkawinan
- Penghasilan Harta Pribadi
- Harta yang Dibuktikan Diperoleh dalam Perkawinan
- Harta yang Dibeli Sesudah Perceraian
B. Perkawinan dan Harta Bersama Dalam Perspektif Hukum Adat
Bentuk Perkawinan
- Bentuk Perkawinan Masyarakat Patrilineal
- Bentuk Perkawinan Masyarakat Matrilieal
- Bentuk Perkawinan Masyarakat Parental
Harta Bersama Menurut Hukum Adat
- Harta Bawaan Suami Istri
- Harta Penghasilan Suami Istri
- Harta Pemberian yang Ditujukan Kepada Suami Istri
- Harta pencaharian bersama suami istri
C. Harta Bersama Dalam Perspektif Burgerlijk Wetboek (BW)
Pembahasan harta bersama dalam BW dijelaskan dalam bab VI pasal 119-138. Harta bersama dalam perkawinan tergantung dari ada atau tidaknya perjanjian yang dibuat sebelumnya (huwelijkse voorwaarden). Perkawinan merupakan institusi peleburan harta secara bulat, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian. Keberadaan perjanjian mengenai harta diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan norma susila dan dilaksanakan di hadapan notaries dalam bentuk akte. Meskipun harta tersebut adalah harta bersama, dalam penggunaannya istri harus mendapatkan persetujuan suami karena ia tidak cakap hokum (albekwaam).
D. Harta Bersama Dalam Perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Harta bersama diatur dalam pasal 35-37. Undang-udang ini mengakui adanya pencampuran harta secara terbatas. Harta bawaan masing-masing pihak seperti harta dari hibah atau warisan diakui dalam perkawinan dan berada di bawah penguasaan masing-masing. Harta yang diperoleh dalam perkawinan menjadi harta bersama tanpa memperhatikan siapa yang mencarinya. Suami dan istri diberikan hak dan kewajiban untuk menjaga dan menggunakannya.
E. Harta Bersama Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam
KHI mengakui adanya pelembagaan harta bersama suami istri dalam perkawinan (pasal 85-97). Keberadaan harta bersama dengan harta bawaan adalah terpisah, meskipun ada percampuran harta. Harta bawaan tetap dikuasai secara pribadi, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian. Apabila terjadi perselisihan yang berkaitan dengan masalah harta, harus diselesaikan di Pengadilan Agama. Suami istri bertanggung jawab untuk menjaga harta tersebut dan merhak untuk menggunakan harta kekayaan bersama.
Harta bersama dapat dijadikan barang jaminan (borg) yang meliputi benda bergerak dan tidak bergerak serta surat berharga. Hutang keluarga terpisah dengan hutang pribadi. Harta bersama dalam perkawinan poligami dihitung berdasarkan tanggal pelaksanaan perkawinan. Kedua belah pihak berhak untuk mengajukan sita jaminan terhadap harta bersama. Ketentuan pembagian harta bersama akibat cerai hidup ataupun cerai mati adalah seperdua.
BAB IV : PELEMBAGAAN HARTA BERSAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Kedudukan Harta Bersama dalam Hukum Islam
- Tidak Ada Harta Bersama Suami Istri dalam Perkawinan
- Tidak Ada Harta Bersama Suami Istri Kecuali dengan Shirkah
- Ada Harta Bersama Suami Istri dalam Perkawinan
B. Pencaharian Bersama Antara Suami Istri Ditinjau dari Sudut Syirkah
- Istilah dan Pengertian Shirkah
- Dasar Hukum Shirkah
- Bentuk-bentuk Shirkah
- Sharikatu al-Inan (perserikatan terbatas), merupakan perserikatan harta antar dua orang atau lebih dalam pembentukan suatu usaha. Pengelolaan dilakukan secara bersama dengan pembagian yang sudah ditentukan, tanpa harus disyaratkan persamaan modal.
- Sharikatu al-Muwafad}ah (perserikatan tak terbatas), merupakan perserikatan antara dua pihak atau lebih dengan porsi yang tidak ditentukan, baik dalam modal ataupun pengelolaannya.
- Sharikatu al-‘Abdan (perserikatan tenaga), merupakan perserikatan yang yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam mengelola dan mengerjakan suatu pekerjaan dengan pembagian yang disepakati.
- Sharikatu al-Wujuh (perserikatan kepercayaan), merupakan perserikatan antara dua pihak atau lebih dengan modal yang diberikan dari pihak luar.
- Sharikatu al-Mud}arabah, merupakan kerjasama antara pemilik modal dengan orang mempunyai keahlian dalam berdagang, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam pasal 36 UUP, dapat disimpulkan bahwa suami dapat bertindak atas harta bersama dengan persetujuan istri dan demikian juga sebalikya. Wewenang suami dan istri terhadap harta bersama adalah menjaganya, dan menggunakannya secara bertanggung jawab (KHI pasal 89-90). Harta bersama merupakan harta yang dalam pengaturannya harus dilakukan secara bersama guna menjaga keserasian dan keseimbangan dalam keluarga.
D. Pembagian Harta Bersama
Pelembagaan harta bersama yang dimaksud undang-undang merupakan perwujudan dari kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan adat masyarakat. Apabila suatu perkawinan putus, maka pembagian harta ditentukan oleh masing-masing (pasal 37). Ketentuan pasal ini ternyata sangat kontradiktif dengan berbagai ketentuan yang sudah disahkan sebelumnya. Yahya Harahap dan Hazairin menghendaki adanya penafsiran yang lebih rinci terhadap pasal ini. Mahkamah Agung pun dalam putusan No. 51K/Sip/1956 dan 424 K/Sip/1959 menyatakan bahwa pembagian harta bersama adalah seimbang. Bagi warga Negara yang beragama Islam, pasal 97 KHI merupakan pelaksanaan dari paal 37 UUP.
E. Implikasi Harta Bersama Terhadap Warisan
Implikasi harta bersama terhadap warisan berdasarkan ketentuan yang berlaku, akan mempunyai akibat yang berbeda, tergantung pada hukum agama dan adat yang dianut. Sumber pelaksanaan warisa masih bervariasi di kaangan masyarakat. Namun, sebelum harta warisan dibagikan, harta bersama harus dibagikan terlebih dahulu, dan dibayarkan semua hutang yang bersangkutan.
F. Analisa Pelembagaan Harta Bersama di Indonesia
UUP merupakan salah satu bentuk unifikasi peraturan yang bersifat nasional yang di dalamnya ditentukan pelembagaan harta bersama. Meskipun tidak ada anjuran atau larangan dalam al-Qur’an dan hadits yang membahas masalah harta bersama, namun kebutuhan pengaturan untuk pemagian harta bersama sangat dibutuhkan dalam masyarakat untuk membangkitkan tanggug jawab dalam rumah tangga. Ketentuan ini mengakui adanya harta bawaan yang dikuasai sepenuhnya secara pribadi dan keberadaan harta bersama. Hazairin memandang bahwa pengaturan ini sudah sesuai dengan syari’at Islam. Ismuha berpendapat bahwa kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris mengakibatkan adanya pembentukan shirkah ‘abdan al-muwafad}ah dalam harta. Pemikiran ini perlu dikaji ulang mengingat semakin berkembangnya lapangan pekerjaan, sehingga dibutuhkan suatu solusi yang adil dan berimbang. Pelembagaan harta bersama ini menghilangkan pandangan bahwa istri kurang atau bahkan tidak berperan dalam pembentukan harta bersama.
Keberadaan KHI pasal 89-97 merupakan bentuk ijtihad kontemporer untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi selama ini di Indonesia, yang kemudian menjadi terobosan baru dalam pembanguan hukum di Indonesia. Pertimbangannya adalah kemashlahatan dalam rumah tangga dan dapat dibuktikan.
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
- Pelembagaan harta bersama dalam UUP dan KHI merupakan hasil ijtihad umat Islam yang sejalan dengan ajaran dalam syari’at Islam.
- Shirkah ini tidak bisa disamakan dengan shirkah dalam mu’amalah. Penelitian Ismuha hanya mencari landasan hukumnya saja, bukan dalam rumah tangga.
- Pelembagaan harta bersama di Indonesia merupakan terobosan baru dalam menjamin hak-hak suami istri dalam rumah tangga.
- Pemikiran perkembangan hukum Islam juga harus berorientasi kepada konteks sosial agar bisa menjawab permasalahan kontemporer masyarakat.
- Penyebarluasan peraturan yang berkaitan dengan pelembagaan harta bersama dibutuhkan agar dipahami oleh kalangan masyarakat.
- Diharapkan Departemen Agama –sekarang Kementerian Agama—mengadakan sosialisasi UUP dan KHI terhadap masyarakat.
- Diharapkan kepada mahasiswa Fakultas Syari’ah agar bisa menjadi lokomotif dalam pengembangan pemikiran hukum Islam di era kontemporer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar